SUARA KAMPUNG
Oleh:
rantaudemister
Sudah tiga hari aku minikmati liburan
di kampung ayah, jorong padang pinang, munka, kota payakumbuh ini, desa yang
nyaman dan masih alami, gunung-gunung dan bukit-bukitnya begitu hijau dilihat
setiap hari, apalagi dilihat pagi hari, Aura kebiruan dari gunung-gunung dan
bukit-bukit ini akan selalu menbuat nyaman siapapun yang memandangnya, apalagi
aku yang sangat mencintai alam, rasanya kampung ini seperti desa impian bagi
orang-orang yang mencintai alam, dengan alasan inilah aku lebih memilih liburan
semester ini pulang kekampung ayah di kawasan payakumbuh ini, dari pada kekampung
mama yang terletak tepat di kota Pariaman, yang suasananya sekarang sudah sama
dengan kota-kota lain, rame dan bising menurutku, apalagi liburan kali ini mama
tidak ikut pulang ke kampung, karena urusan pekerjaan restoran yang tak munkin
di tingalkan di Jakarta.
Walaupun baru tiga hari aku di kota
payakumbuh ini, hampir semua sudut kota payakumbuh ini telah aku datangi,
mandi-mandi dan melompat-lompat kedalam lubuk yang ada di ngalau indah, serasa
tidak menbosankan, belum lagi jalan-jalan ke rumah gadang, istana peningalan
kerajaan pagaruyung, yang ada di Batusangkar, semuanya telah aku datangi dan sangat
menyenangkan sekali bagiku.
Malam yang sangat dingin, apalagi
dari jam sepuluh tadi malam hujan turun dengan sangat lebat, aku melirik jam di
dalam hapeku, sudah jam empat tiga puluh, harusnya sudah adzan subuh, tapi
belum ada tanda-tanda akan ada adzan subuh dari mesjid yang satu-satunya ada
dikampung ini, aku melihat ke arah mesjid, lampu-lampu mesjid belum ada yang
nyala satupun, munkin karena hujan masih rinai atau pak etek yang biasa adzan
di mesjid ketiduran pikirku, aku bergegas keluar rumah setelah mengambil peci
dan sarung yang tergantung dibelakang pintu kamarku
Pagi yang cerah, aku terbanggun dari
tidurku setelah mendengar banyaknya suara bapak-bapak dan ibu didepan rumah
andeh Ros, adek ayah, tempat aku menginap dikampung ini, rata-rata mereka
berpakaian siap tempur ke ladang dan kesawah, hanya ayah dan andeh Ros yang
berpakain rapi dan bersih
“subhanallah ros, selama ini, baru tadi
subuh aku mendengar suara adzan dari mesjid kita, indah dan nyaman
mendengarnya..!!” ucap seorang ibu-ibu pada andeh ros, kalau tidak salah nama
ibuk itu etek Tina, aku pernah kerumahnya diajak ayah silahturahmi kemarin.
“memangnya siapa yang adzan etek..?”
Tanya andeh Ros pada etek Tina.
“itulah yang kami tidak tahu ros,
begitu kami sampai di mesjid, tidak ada seorangpun di dalam mesjid, mesjid pun
juga tetap gelap..!! sambar pak etek menjawab pertanyaan andeh Ros. “rasanya
kampung kita seperti siap didatangi malaikat..! sambung pak etek lagi. Aku yang
sudah ikut-ikutan berdiri disekitar kumpulan bapak-bapak dan ibu-ibu itu hanya
terdiam mendengar perkataan mereka, hanya tatapan ayah yang tajam kepadaku,
menbuat aku jadi salah tingkah.
Telah dua hari sejak kejadian adzan
subuh itu, hampir semua penduduk di desa padang pinang ini menbicarakanya,
bahkan saking indahnya suara adzan itu, mereka mengatakan kampung ini baru saja
didatanggi malaikat, dan suara adzan itu adalah suara kampung yang selama ini
hilang dari jorong padang pinang.
Kepenasaran
penduduk desa padang pinang ini akan siapa pemilik suara adzan yang indah itu,
lama-lama akhirnya mengarah kepadaku, disamping hanya aku yang baru di kampung
ini, mereka juga tidak begitu mengenal akan suaraku, yang namanya hidup
di kampung dan di desa pedalaman, hampir semua masyarakat mengenal ciri-ciri
masyarakat lainnya, mulai dari suara, cara berjalan, ketawa, lari atau apapun
lainnya, makanya kalaupun berjalan di malam hari ditempat gelap sekalipun dan
saling berselisih jalan, mereka akan tetap saling mengenal dan bertutur sapa,
karena mereka sudah mengenal ciri-ciri mareka masing-masing.
Sore
ini pak etek datang kerumah andeh Ros untuk menemui ayah, pak etek hanya
sedikit ingin memastikan apakah yang adzan dimesjid subuh itu aku atau tidak,
ayah tidak bisa menjawab karena ia belum menanyakan kepadaku, tapi ayah tidak
menampik kalau aku adalah pemenang lomba adzan tingkat SMP se jakarta timur
tahun ini, tapi ayah yakin yang adzan subuh itu bukan aku, karena ia tahu seperti
apa suaraku.
“kamukan
tahu saf, sudah lama masyarakat kampung ini, merindukan suara adzan yang indah,
yah sejak si Fino tidak ada, kampung ini pun seperti mati suri, mesjid pun sepi,
suara si fino kalau adzan, benar-benar seperti suara kampung, banyak yang menangis
kalau mendengar dia adzan.!!” Cerita pak etek pada ayah, aku hanya diam
mendengar pembicaraan mereka dari dalam kamar.
Tadi
subuh andeh Ros bercerita, dulu kampung ini sangat dihormati dan disegani oleh
kampung lain, banyak Qori dan Mu’adzin lahir dari kampung ini, ada yang juara
tingkat kabupaten, provinsi bahkan nasional, sekarang sudah lebih dari sepuluh
tahun, bibit emas itu tidak ada lagi, jangankan berbicara tingkat kabupaten,
untuk mencari mu’adzin di mesjid saja susah, apalagi mencari orang untuk mengaji
al-Quran ketika acara-acara di mesjid saja susah. “yang bisa adzan banyak, tapi
yang bisa menyentuh hati orang untuk ke mesjid ketika mendengar dia adzan tidak
ada. “ itulah penutup dari cerita andeh Ros tadi pagi kepadaku.
“ayah,
yang adzan itu bukan aku, ayah kan tahu, lalu kenapa tidak ayah katakan saja
terus terang..!” ucapku kepada ayah ketika aku akan pergi ke mesjid untuk sholat
maghrib.
Ayah
hanya menatapku, ia tahu akau sedikit kesal dengan posisiku saat ini, “kamu katakan
saja yang sebenarnya dan sejujurnya pada pak etek nanti di mesjid, biar dia yang
mengatakan pada orang-orang kampung.” Jawab ayah sambil merangkulku.
Begitu
selesai sholat maghrib, aku langsung menemui pak etek dan mengatakan
sejujurnya, bahwa yang adzan itu bukan aku, aku lihat ada rona kecewa dari
wajahnya, ia memandang semua jamaah yang ada dimesjid, memang sejak fenomena
adzan yang indah itu, sudah agak banyak jamaah yang datang kemesjid saat sholat
mahgrib. “kalau memang bukan nak Harlan, bagaimana lagi..!” pak etek bicara
sedikit kecewa, ia memandang pak imam yang duduk disebelahnya, “tapi nak Harlan
harus menbuktikan kepada warga kalau memang yang adzan itu bukan nak Harlan .!”
pak etek menatapku lurus dan tajam, aku hanya menekur kelantai.
“maksud
pak etek, saya harus adzan gitu..?!!” tanyaku.
“ya,
bukankah kamu pernah juara adzan di Jakarta, saya rasa kamu harus mencobanya di
kampung ini.!!”jawab pak etek tersenyum, setelah berusaha menyakinkan aku agar
mau adzan subuh di mesjid ini besok, pak etek menceritakan kepadaku, bagaimana
rindunya masyarakat akan keindahan suara adzan yang mengema sekeliling kampung
ini di saat subuh dan maghrib, menbangunkan jiwa-jiwa yang tidur dan menghilangkan
rasa capek dan penat setelah seharian bekerja disawah.
Entah
bagaimana cerita dan kabarnya, hanya dalam waktu semalam saja berita aku akan
adzan dimesjid subuh ini telah menyebar di seluruh kampung ini, aku cukup bergidik
ketika aku akan masuk kedalam mesjid, hampir semua penduduk hadir di dalam
mesjid ini, mulai dari anak-anak, bapak-bapak, para remaja dan ibuk-ibuknya,
bahkan beberapa dari warga kampung sebelah juga hadir di mesjid ini, padahal
jaraknya cukup jauh dari sini.
Dengan
hati yang seihklas-ikhlasnya dan ingin menbuktikan bahwa pemilik suara kampung
itu bukan aku, ada yang lebih berhak di luar sana yang mendapatkanya, tapi aku
tidak tahu siapa orangnya.
“Allahu
akbar, allahu akbar..!!!” perlahan-lahan aku mulai adzan, mengatur nafas
sebaik-baiknya dan mengingat semua harkatnya, sesuai yang diajarkan oleh guru
pembinbingku disekolah waktu aku ikut lomba adzan dulu, begitu selesai sholat
subuh aku banyak mendengar bisik-bisik dari semua warga yang hadir subuh ini,
yang katanya jamaah yang hadir subuh ini lebih banyak dari jamaah peringatan
maulid nabi kemaren. Suara kekecawaan dari mereka karena bukan aku yang mereka
cari.
“ini
adalah tugas kamu untuk menemukan suara kampung itu nak Harlan, suara yang
selama ini hilang, yang dirindukan oleh semua orang di kampung ini.” Kata pak
imam sambil menyalamiku, Nampak air mata mengenang disudut matanya,”temukan dan
bawalah suara kampung itu kepada kampung ini.!!”
“insya
allah pak, saya akan coba menemukannya, semoga ia benar-benar yang dicari-cari
dan dirindukan warga kampung ini.!!” Jawabku pada pak imam.
Aku
benar-benar tidak tahu bagaimana cara menemukan pemilik suara kampung itu, disamping
aku masih baru di kampung ini, aku juga tidak mengenal pemilik suara-suara yang
biasa ditandakan warga kampung ini, bahwa yang sedang bicara itu si ini, si
itu, yang ketawa itu si anu, walaupun jarak mereka sanggat jauh atau dalam
gelap malam sekalipun, aku berdo’a semoga Allah menbantuku, sebelum aku kembali
ke Jakarta minggu depan dan membantu masyarakat kampung ini dan si pemilik
suara kampung itu
***
Ternyata
tuhan benar-benar sayang dengan orang yang berniat baik dalam kesusahan, disaat
aku sedang pusing memikirkan bagaimana cara menemukan suara kampung itu, aku
tiba-tiba melihat ada banyak sapi-sapi yang sedang melintas didepan rumah andeh
Ros, hanya suara hus-hus yang aku dengar untuk mengarahkan sapi-sapi itu agar
tetap berjalan dan tidak memakan tanaman warga di jalan, penasaran aku
mengikuti laki-laki yang mengiring sapi-sapi itu, aku berjalan cepat
mendekatinya.
“hai..!”
sapaku, dia tersenyum padaku namanya Aidil, dia seumuran denganku, aku sudah
pernah bertemu denganya ketika ayah mengajaku silahturahmi kemarin.
“Harlan,
tumben jalan pagi ni.?” Aidil menyindirku, ya aku memang setiap subuh selalu
menonton Tv, menungu liputan sepak bola yang tayangnya selalu jam setengah enam
pagi.
“boleh
ikut gak sama kamu dil..?” tanyaku. Aidil tersnyum
“ikut
kemana,?, sapi ini Cuma aku antar kesawah..!! jawab aidil.
“ya
mo ikut kesungai, kesawah, mandi sekalian.!” Jawabku cepat dan mencari alasan,
karena aku aku melihat di tangannya ada sampo. Ternyata aidil adalah orang yang
asik untuk diajak berteman, walaupun aku baru mengenalnya lima belas menit yang
lalu, tapi sudah langsung akrab, puas kami bermain disawah, dan melompat-lompat
kedalam anak-anak sungai yang mengalir jernih, sejenak aku melupakan
kesuntukkanku dan menikmati liburan ini, matahari sudah tinggi, aidil
mengajakku pulang, menurut pengalamnya sekarang sudah jam Sembilan pagi, aku
dan Aidil kembali menuju kedalam kampung, sementara sapi-sapinya ditinggal
disawah.
Setelah
sholat dzuhur aku memaksa ayah untuk ikut denganku kesawah, dengan berbagai
alasan akhirnya ayah ikut juga, sesampainya di sawah aku tidak melihat
siapa-siapa, hanya kerbau yang sedang berkubang di dalam sawah dan beberapa ekor
sapi, memang disaat panas-panas seperti ini, sangat jarang orang-orang untuk
kembali kesawah setelah makan siang.
Ayah
menatapku lekat-lekat, Nampak bulir-bulir keringat keluar dari wajahnya, tapi
aku yakin apa yang aku cari selama ini ada di sini, tapi bagaimana munkin bisa
menemukanya, sekeliling tempat aku berdiri bersama ayah ini hanya sawah yang
luas dan anak-anak sungai yang jernih
Dan
dipingir sawah ini sekelilingnya ada bukit-bukit yang tinggi dan masih memiliki
hutan. Aku mengajak ayah menuju kaki bukit yang ada hutan dan semak-semaknya.
Di sini aku hanya melihat sapi-sapi yang sedang berteduh, udara disini sangat
sejuk, karena tempatnya masih asri dan berhutan dan ditambah lagi ditiup anggin
dari sawah, seperti biasa ayah tidak banyak bicara, tapi aku yakin ayah sangat
menikmati udara disini. “kalau dilihat dari sini, kampung kita akan terlihat
semua, rumah-rumah yang jaraknya sangat jauh dan berkelompok-kelompok, sawah
sawah yang menghijau. “Kata ayah padaku mencairkan suasana. “dulu waktu kecil
ayah sering main perosotan dari atas puncak bukit ini “tunjuk ayah padaku, di
saat ayah sedang bercerita, lamat-lamat aku mendengar suara seseorang, aku
berusaha menajamkan pendengaranku, suara itu berasal dari dalam semak-semak
yang ada di tengah-tengah bukit ini. Aku berusaha menerobos masuk kedalam
semak-semak itu tapi tidak bisa karena sangat lebatnya, aku mengelilingi
semak-semak itu, ternyata ada sedikit terluang antara dua pohon besar yang
terdapat paling pinggir dari semak-semak ini, aku masuk di ikuti oleh ayah.
Ternyata
jauh di tengah semak-semak ini terdapat rumput yang sangat luas rapi dan terawat,
dan udara yang sangat sejuk, karena ditengah-tengahnya ada satu pohon besar
yang sangat rindang Dan disitulah aku melihat seseorang lengkap dengan sarung
dan peci duduk diatas tikar yang terbuat dari anyaman daun pandan, ia sedang
tenggelam dengan bacaan ayat-ayat suci Al Quran yang digengamnya, bacaan ya fasih
dan sangat jelas, suara sangat merdu siapapun yang mendengarnya pasti akan
tersentuh dan akan terus mendengarnya tanpa merasa bosan, karena indahnya
suaranya, dan suara inilah yang sudah dirindukan oleh orang-orang kampung setelah
lebih dari sepuluh tahun, dari mendengar suaranya yang menyejukkan hati ini,
pantaslah kenapa masyarakat padang pinang mengharapkan kehadiran suara ini
kembali ditengah-tengah mereka.
Aku
melihat ayah menitikkan air mata, Nampak nya kehadiranku aku bersama ayah telah
mengangu dan mengagetkannya, karena telah mengetahui siapa sebenarnya pemilik
suara kampung itu, dan menemukan tempat persembunyiannya, ia menoleh kepadaku
dan menatap ayah, ia tersenyum, senyum yang selalu khas aku lihat dari
bibirnya, ayah berjalan kearahnya dan memeluknya, ayah mencium kepalanya
seperti mencium anaknya sendiri. “saya mintak maaf karena tidak menjalankan amanat
ayah mu.!” Ayah mintak maaf kepadanya, dan menangis, aku juga ikut menangis,
dia juga menangis dipelukkan ayah.
Subuh
ini, rasanya seperti sholat hari raya, hampir semua warga datang kemesjid untuk
menjalankan sholat subuh berjamaah, termasuk aku ayah dan keluarga andeh Ros,
Nampak suasana bahagia terpancar dari wajah masyarakat di pagi yang indah ini.
Aku melihat hampir semua masyarakat menitikkan air mata ketika pemilik suara
kampung itu adzan, suara yang selama ini hilang lebih dari sepuluh tahun,
semenjak mereka mengusir Adam fino dan
Maryati wanita sholeh yang juga seorang Qori’ah dari kampung ini, karena di
fitnah dan berzina sehingga mereka dipaksa menikah dan tidak boleh pulang
kekampung ini sampai anak mereka berumur tujuh tahun, hukuman yang didapat
mereka dari adat yang ada di kampung, sayang, takdir mereka memang harus di
tanah rantau selamanya, setelah mereka menjalankan hukuman tujuh tahun atas
fitnah itu, mereka berniat pulang kampung, sayang mobil mereka kecelakaan,
keduanya meninggal dan dikubur di Jakarta, tapi anaknya, yang berumur tujuh
tahun dibawa pulang kekampung ini.
Hari
ini ia telah mengharumkan kembali nama ayah dan ibunya, atas tuduhan perzinahan
itu, semua warga tampa merasa malu dan menitikkan air mata mintak maaf kepadanya,
dan perlakuan mereka kepada orang tuanya.. Selama ini, ia selalu merasa tak
dianggap ada oleh masyarakat padang pinang, hari ini ia seperti Emas yang
ditemukan hilang kedalam lumpur selama ini. Aku hanya tersenyum sambil memeluk
ayah, kebahagiaanya juga kebahagiaanku, kebahagiaan warga kampung padang
pinang.
AIDIL
ARISMEN itulah namanya, tujuh tahun telah berlalu sejak kejadian itu, hari ini
ia menjadi juara satu tahfidz al Quran tiga puluh juz tingkat Asia, dan
mendapatkan bea siswa penuh dari pemerintah Arab Saudi untuk kuliah disana,
dari televisi aku melihat ia menangis menerima pialanya dan mengucapkan terima
kasih kepada semua warga padang pinang dan warga Indonesia yang telah
mendukungya, termasuk ayahku dan keluargaku, karena selama tujuh tahun ini,
AIDIL ARISMEN tingal bersama kami, sesuai amanat orang tuanya kepada ayah.
Hanya air mata yang keluar dari kami sekeluarga ketika ia mengucapkan kata-kata
itu.***
No comments:
Post a Comment